SAMPIT, KaltengEkspres.com – Puluhan pengusaha kayu jadi yang tergabung dalam Asosiasi Pangkalan (Aspangkal) mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku kayu. Pasalnya, akibat kesulitan mendapat bahan baku kayu ini berimbas pada kebutuhan kayu masyarakat Kotim kemudian juga kepentingan proyek pembangunan daerah.
Keluhan ini diutarakan saat digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang paripurna DPRD Kotim. RDP tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua (Waket) DPRD Kotim H. Supriyadi MT, Selasa (23/1/2018).
Seorang pemilik pangkalan di Samuda, Bardiansah mengatakan, saat ini mendapatkan bahan baku kayu sangat sulit. Disebabkan asal usulnya kerap dipermasalahkan oleh instansi penegak hukum. Khususnya kepolisian.
“Kalau mau mengambil dari pemegang HPH juga seperti Sarpatim adalah hal yang mustahil karena harganya juga sangat mahal,”katanya.
Lantaran pihak pemegang HPH cenderung lebih suka melepas kayu tersebut untuk ekspor karena harganya lebih mahal lagi, dan sisanya juga sudah dihabisi oleh pengusaha besar lainnya.
Menyikapi keluhan ini, Komisi II DPRD Kotim Rudianur mengakui, saat ini anggota Aspangkal kerap menemui kesulitan mendapatkan bahan baku kayu.
“Selain karena harganya mahal dari perusahaan, mereka juga kerap harus main kucing-kucingan dengan penegak hukum karena kesulitan mendapatkan legalitas kayu yang mereka peroleh,”ujarnya.
Kendati demikian lanjut dia, pihaknya bersedia memfasilitasi Pemkab Kotim untuk melakukan komunikasi ke Propinsi maupun ke Kemenhut RI agar masalah kayu di daerah ini bisa dicarikan solusinya.
“Kalau bisa mereka diperbolehkan saja jalan dahulu sambil mengurus kelengkapan dokumennya, ini agar tidak ada kendala dalam pemenuhan bahan baku untuk pembangunan di daerah ini,” katanya.
Pihaknya juga meminta agar ada prioritas ketersediaan kayu untuk kehutuhan lokal karena masyarakat dinilai tidak akan mampu membeli kayu dari perusahaan pemegang HPH. (FR)