Home / Lamandau

Kamis, 1 Desember 2022 - 10:42 WIB

Makna Filosofis Dibalik Festival Babukung

Sejumlah penari Bukung meriahkan acara Karnaval Babukung di halaman Pasar Induk Nanga Bulik. (FOTO : Diskominfostandi Lamandau)

Sejumlah penari Bukung meriahkan acara Karnaval Babukung di halaman Pasar Induk Nanga Bulik. (FOTO : Diskominfostandi Lamandau)

Nanga Bulik, KaltengEkspres.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamandau kembali menggelar Festival Budaya Babukung. Bukan tanpa sebab kegiatan kebanggan masyarakat Kabupaten Lamandau itu digelar setiap tahun.

Dibalik pelaksanaan Festival Budaya Babukung, ternyata tari Babukung mempunyai sisi historis dan muatan filosofis yang sangat tinggi, terutama dalam pergumulan masyarakat adat Dayak dengan kepercayaan Kaharingan.

“Tari Babukung sejatinya bukan hanya merupakan sebuah pertunjukan seni produk adat asli masyarakat Dayak Tomun yang merupakan warisan nenek moyang yang ada di Bumi Kalimantan, tetapi ada nilai filosofi yang tinggi yang terkandung di dalamnya,” terang Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau Meigo Basel di Nanga Bulik, Kamis 1 Desember 2022.

Disebutkannya, masyarakat Dayak Tomun melaksanakan tradisi Babukung, ketika salah satu kerabat pemeluk kepercayaan Kaharingan meninggal dunia. Tradisi ini yakni menari dengan ciri khas penggunaan topeng yang dalam bahasa lokal disebut Luha. Umumnya topeng ini berkarakter hewan seperti burung, kelelawar, kupu-kupu, owa-owa, bahkan hewan imajiner naga.

Baca Juga :  Pemkab Lamandau Terima Bantuan 90 Unit PJU-TS dari Kementerian ESDM

Pelaksanaan Babukung akan berlangsung dalam waktu yang berbeda-beda, tergantung pada keputusan keluarga duka. Hitungannya selalu ganjil, mulai dari tiga hari, tujuh hari, atau 21 hari.

“Acara adat kematian suku Dayak yang banyak dikenal adalah Tiwah. Jika Tiwah itu dilakukan setelah jenazah dikuburkan, maka tari Babukung dilakukan saat jenazah disemayamkan atau sebelum jenazah dikubur,” terangnya.

Dikatakannya, setidaknya ada dua pesan moral yang terkandung dalam kegiatan Babukung, yakni tentang gotong royong yang tercermin dalam bantuan materil kepada keluarga yang ditinggal dan tentang kesetiakawanan yang dituangkan dalam bentuk menghibur mereka yang bersedih dengan tabuhan musik dan liukan tari.

Memang hampir di setiap acara adat Dayak erat kaitannya dengan seni, baik seni musik maupun tari. Namum pada tradisi Babukung sendiri ada tambahan pembeda, yaitu seni rupa topeng dan tata busana, bahkan ada pula unsur seni teater.

Baca Juga :  Arus Mudik di Perbatasan Aman dan Lancar

Memperhatikan jumlah pemeluk kepercayaan Kaharingan yang semakin berkurang setiap tahunnya, diperkirakan akan berkurang pula apresiasi terhadap seni-seni yang terkandung dalam tradisi Babukung tersebut.

Langkah konkret yang dapat dilakukan sebagai upaya pelestarian dan peningkatan apresiasinya adalah dengan mengangkat kandungan seni dalam tradisi Babukung tadi menjadi suguhan pertunjukan yang dapat dinikmati tidak hanya pada acara kematian saja.

Untuk itulah Festival Babukung digelar secara rutin di Nanga Bulik Kabupaten Lamandau Tahun 2022 ini, kekayaan seni Babukung dituangkan dalam berbagai materi acara yang sangat menarik untuk dinikmati seperti karnaval topeng, pagelaran tari topeng, lomba menggambar dan mewarnai topeng, serta pentas musik etnik.

“Berbagai kegiatan dan pertunjukan ritual adat Dayak Tomun di Festival Babukung ini tidak mungkin ditemukan di daerah lain,” pungkasnya.(*/din)

Share :

Baca Juga

Daerah

Kegiatan Penyuluhan Sebagai Sarana Transfer Tekhnologi

Lamandau

Kodim 1017 Lamandau Meriahkan Turnamen Olahraga Antar Kampung

Daerah

Kebutuhan Air Melebihi Kapasitas Produksi

Lamandau

Akhirnya, Warrior FC Juarai Futsal Cup II PWI Lamandau

Lamandau

25 Anggota DPRD Lamandau Dilantik 

Lamandau

Pj Bupati Said Salim Pimpin Rapat Terpadu Penanganan Konflik Sosial

Lamandau

Polres Lamandau Gagalkan Penyelundupan 33 Kg Sabu

Daerah

Kodim Salurkan 5.000 BLT Minyak Goreng di Kelurahan Nanga Bulik