SAMPIT, KaltengEkspres.com – Untuk mengkoordinasikan aturan perkebunan kelapa sawit bagi perusahaan besar swasta (PBS), khususnya terkait perizinan dan juga kewajiban memberikan plasma 20 persen, DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur bersama Tim Desa Patai mengunjungi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Rabu (10/1/2017). Kunjungan ini dipimpin langsung Wakil Ketua I DPRD Kotim H Supriadi.
Supriadi mengatakan, kunjungan ke Kementerian LHK RI ini bagian dari salah satu agenda DPRD Kotim. Dalam rangka mencoba untuk mengkoordinasi ke Kementrian LHK RI terkait banyaknya permasalahan PBS di Kotim. Khususnya mengenai perizinannya yang masih banyak belum clear dan juga kewajiban dalam memberikan plasma kepada masyarakat.
“Intinya kita ingin tahu syarat aturan hukum untuk perkebunan sawit dalam berivestasi di suatu wilayah. Salah satunya seperti syarat aturan hukum PBS yang ada di Kotim. Sehingga keberadaan PBS ini bisa ikut dalam mensejeahterakan masyarakat. Bukan malah menyengsarakan masyarakat. Terutama merealisasikan kewajiban plasma 20 persen,”ungkap Supriadi kepada Kalteng Ekspres.com Kamis (11/1/2018).
Menurut Supriadi, dari hasil koordinasi tersebut pihaknya mendapat informasi, bahwa PBS sebenarnya telah diwajibkan melaksanakan pola kemitraan, dengan dasar aturannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI No 26 Tahun 2007, kemudian Permenkeh Tahun 2011 mengamanatkan 20 persen wajib membangun kebun kemitraan berdasarkan luasan perizinan.
“Berdasarkan dua peraturan tersebut berarti sejak 2007 hingga yang masih proses perizinan pelepasan kawasan maka hak masyarakat ada di dalamnya. Karena ada tujuh poin konsentrasi pemerintah untuk memenuhi Kebutuhan masyarakat. Dasar ini nanti akan kita bawa ke Kotim guna menertibkan perusahaan yang nakal tidak bersedia memenuhi kewajibanya,”papar Supriadi.
Adapun poin tersebut lanjut dia, meliputi poin pertama yakni pelaksanaan kemitraan 20 persen luasan perkebunan, kedua hutan konversi untuk rakyat, ketiga revorma agraria untuk rakyat, ke empat pemutihan daerah tranmigrasi, kelima daerah pemukiman,Desa dan perkampungan, ke enam lahan usaha masyarakat/kebun rakyat, ke tujuh Lahan semak belukar dan ladang masyarakat.
“Poin satu sampai tujuh tersebut merupakan upaya pemerintah Untuk mensejahterakan masyarakat dengan tidak lagi menjadi alasan terganggunya berbagai pembangunan di karenakan status kawasan hutan,”urainya.
Ditambahkan Supriadi, dengan di sosialisasikankan wilayah tersebut maka tidak ada alasan lagi bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dan perusahaan untuk tidak merealisasikan plasma bagi masyarakat.(MR)