Rahmadi G Lentam Sebut 4 ASN di Kobar Dikriminalisasi

PANGKALAN BUN, Kaltengekspres.com – Rahmadi G Lentam, pengacara empat orang aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng), menyebut pemberian status tersangka dan penahanan kliennya dalam kasus sengketa tanah sebagai bentuk kriminalisasi.

“Intinya kriminalisasi. Itu saja. Pokoknya tulis besar-besar, itu kriminalisasi, sewenang-wenang, melawan hukum, tidak berdasar!” serunya, Selasa (26/9/2017) siang.

Ia menyebut, penyidik Polda Kalimantan Tengah, yang mengabaikan putusan Mahkamah Agung, yang memenangkan Pemkab Kotawaringin Barat sebagai pemilik lahan demplot pertanian itu sebagai cermin buruknya penegakan hukum.

“Penyidik memposisikan diri seolah-olah sebagai hakim peradilan, sehingga berani memastikan tanah, aset, barang milik daerah itu milik almarhum Brata Ruswanda maupun ahli warisnya,” kata Rahmadi.

Ia pun heran keempat kliennya dipidanakan dengan tuduhan penggelapan, terkait posisi mereka saat menjabat sebagai pengguna, penyimpan dan pengurus barang (aset) di Dinas Pertanian Kotawaringin Barat.

“Jadi seolah-olah, 4 orang ASN itu secara bersama-sama turut serta sebagai pelaku menggelapkan tanah milik almarhum Brata Ruswanda,” kata dia.

“Kalau itu milik almarhum Brata Ruswanda, gugatan yang bersangkutan sudah ditolak oleh Pengadilan Negeri, ditolak Mahkamah Agung, sudah berkekuatan hukum tetap. Dan kalau yang bersangkutan dan ahli waris merasa itu sebagai pemilik, maka sesuai pasal 572 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, mereka wajib membuktikan bahwa tanah aset milik Pemda itu milik mereka. Nah pembuktian mengenai itu milik mereka, sudah ditolak oleh Mahkamah Agung,” beber Rahmadi, mengacu pada putusan Mahkamah Agung bernomor 3120 K/PDT/2014 itu.

Menurutnya, tanah yang disengketakan itu tercatat sebagai aset pemerintah sejak tahun 1973, di kala Brata Ruswanda masih sebagai kepala Dinas Pertanian setempat.

“Memperoleh status Hak Pakai tahun 1974. Itu pun berdasarkan permohonan dari almarhum Brata Ruswanda, bukan pribadi, ketika yang bersangkutan menjabat sebagai kepala dinas pertanian. Suratnya juga sudah ditemukan yang aslinya. Pada 1 April 1974 dia mengajukan permohonan hak pakai, untuk dan atas nama Dinas Pertanian, Peternakan Kabupaten Kotawaringin Barat,” beber Rahmadi.

Saat ini proses hukum terhadap Akhmad Yadi, Rosihan Pribadi (keduanya mantan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kotawaringin Barat), Lukmansyah, dan Mila Karmila, mantan staf keduanya itu, telah dilimpahkan Polda Kalimantan Tengah ke kejaksaan.

Munculnya gugatan pidana setelah putusan final perdata Mahkamah Agung ini memantik kontroversi. “Saya enggak bisa menjelaskan bagaimana karena perdata kita enggak tahu. Karena di sini kita menerima tersangka untuk tindak pidana umum,” jawab Bambang Dwi Murcolono, Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalan Bun, terkait kontroversi kasus ini. (BO)

Berita Terkait