

NANGA BULIK, KaltengEkspres.com – Menjadi seorang abdi negara sudah menjadi pilihan bagi sebagian orang. Bripka Slamet Haryono, salah satu personel Polres Lamandau Polda Kalteng, yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Desa Jemuat, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, adalah salah satu petugas kepolisian yang memiliki keteguhan dan ketangguhan dalam bertugas.
Mengulik keseharian anggota Polri satu ini, tidak berlebihan apabila disebut sebagai salah satu contoh Polisi yang memiliki jiwa pantang menyerah dan ikhlas dalam menjalankan tugasnya, tidak hanya waktu dan pikiran yang diberikan selama mengemban tugas di pelosok desa, dari segi materipun Dia rela merogoh kocek pribadi selama bertugas di tempat yang jauh dari keramaian.
Jemuat adalah sebuah desa kecil di ujung perbatasan Provinsi Kalteng-Kalbar yang merupakan perkampungan terakhir di hulu aliran sungai Batang Kawa Kabupaten Lamandau. Terpencil bukan berarti primitif, meski Desa Jemuat merupakan desa terjauh dari pusat ibukota Kabupaten Lamandau, yakni kurang lebih 170 km dari Kota Nanga Bulik, dan harus ditempuh melalui jalur darat dan sungai, namun perkembangan pembangunan mulai dirasakan masyarakat setempat.
Jemuat juga merupakan salah satu desa di Kabupaten Lamandau yang belum tersentuh aliran listrik dan tanpa jaringan telepon dan internet (blankspot). Namun, desa ini memiliki keunikan karena kekayaan alam dan budaya yang mulai disentuh oleh pemerintah daerah. Khususnya, dibidang wisata alam yang mulai terkelola dan tertata dengan baik.
Diketahui, Pemkab setempat juga menargetkan di tahun 2024 semua desa teraliri listrik. Hal itu juga menjadi harapan bagi perkembangan desa-desa terpencil seperti Desa Jemuat.
Bripka Slamet Haryono, adalah sosok abdi negara dari institusi Polri yang menjalankan tugas sebagai Bhabinkamtibmas di wilayah Kecamatan Batang Kawa. Pria asli Klaten Jawa Tengah ini membawahi 3 (tiga) desa, yakni Mengkalang (desa binaan), Kina (desa sentuhan) serta Desa Jemuat (desa pantauan).
Berbeda dengan aparatur negara yang bekerja di kota, perjuangan Polisi berusia 38 tahun itu dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelayan masyarakat di wilayah pelosok desa terpencil memerlukan kekuatan fisik dan mental. Perjuangan saat mengunjungi desa- desa yang menjadi binaaannya sudah menguras energi dan biaya karena akses jalan yang harus ditempuh menggunakan jalur darat dan sungai.
Sehari bersama Bripka Slamet Haryoko dan melihat kesehariannya menjadi pengalaman menarik dan penuh hikmah. Mengamati keseharian dan kegigihan Polisi satu ini dalam menempuh perjalanan menuju desa Jemuat memberikan gambaran akan perjuanganya dalam memenuhi tanggungjawab sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya yang tinggal di pelosok pedalaman Kalimantan.
Perjalanan Menuju ke Desa Binaan
Usai melaksanakan shalat subuh dan melakukan persiapan, sekitar Pukul 05.00 WIB, Bripka Slamet Haryono, alias Pak Slem, begitu warga memanggilnya, berpamitan dengan istri dan anaknya. Dengan penuh semangat, keluar pekarangan rumahnya yang ada di Kota Nanga Bulik (ibukota Kabupaten Lamandau), dengan menaiki kendaraan roda dua bertuliskan Bhabinkamtibmas pada bodi motornya.
Pagi ini, Senin 12 Juni 2023. Cuaca tampak cerah dengan sinar matahari yang mulai muncul di celah rerimbunan daun di kanan kiri jalan. Dengan memakai seragam dan perlengkapan lengkap serta jaket hitam kesayangannya, Pak Slem menyusuri sepinya jalan lintas provinsi Kalteng-Kalbar dengan kecepatan sedang namun pasti. Kurang lebih 3 jam perjalanan mentusuri jalanan aspal dan tanah di pedesaan menggunakan sepeda motor hingga sampai ke Desa Benakitan Kecamatan Batang Kawa.
Sesampainya di desa Benakitan, Pak Slem menitipkan sepeda motornya ke warga setempat, karena perjalanan selanjutnya harus ditempuh menggunakan kelotok (perahu kecil dengan tenaga diesel). Diatas kelotok inilah, Pak Slem bercerita panjang lebar perjuangannya menjadi pelayan masyarakat di daerah terpencil ujung barat Provinsi Kalimantan Tengah.
Tas ransel hitam di punggung adalah teman perjalanan melewati kampung demi kampung dan menjadi saksi perputaran roda sepeda motor dan langkah kakinya mengantarkan Pria ramah dan tegas ini menuju desa binaannya. Polisi yang dikenal supel dan mudah bergaul dengan masyarakat ini terlihat akrab dengan siapa saja yang Ia jumpai.
“Apabila musim hujan dan air sungai tinggi, 3 jam naik kelotok sudah sampai, namun saat air sungai surut, seperti saat ini, perjalanan lebih lama karena kita harus turun dan mendorong kelotok saat menemui batu-batuan,”ungkap Pak Slem sambil duduk santai dibelakang pengendara kelotok yang ia tumpangi. Sesekali candaan hingga tertawa lepas terdengar dari obrolan cair dengan sopir kelotok yang lebih muda darinya.
Perjalanan yang memakan waktu lama itu hal yang biasa bagi masyarakat setempat, seperti halnya Pak Slem yang terlihat sangat menikmati setiap momen yang Ia jumpai dalam perjalanan, meskipun sebenarnya terkadang ada kejadian tidak terduga yang melelahkan dan menguji mental.
“Musim hujan adalah tantangan terberat saat naik sepeda motor, jalan tanah yang licin dan becek menjadi tantangan tersendiri, namun karena motor dinas yang tidak cocok untuk jalanan tanah berlumpur, jadi sering terperosok dan tidak bisa jalan, hingga harus menunggu warga melintas untuk minta tolong,” kata Pak Slem sembari melihat rindangnya pepohonan dari atas kelotok yang melaju melintasi sela-sela bebatuan Sungai Batang Kawa.
Apabila musim kemarau, lanjut Dia, tantangan terberatnya saat menyusuri jalur sungai. Air sungai yang surut dan dangkal menyulitkan kelotok berjalan karena harus menghindari batu-batu besar. “Saat melewati riam (riak air), kita harus turun dan membantu mendorong kelotok,” sebutnya.
Rela Menggunakan Uang Pribadi
Perjalanan menuju desa binaan tidak hanya membutuhkan mental dan fisik yang kuat, tetapi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya besar yang harus Ia keluarkan untuk sekali perjalanan yakni hingga Rp.1.500.000,- lebih, belum termasuk BBM sepeda motor dan makan minum di jalan.
“Biasanya saya bawa bekal untuk makan di jalan mas, karena sepanjang jalan ke desa binaan tidak ada warung makan,” ucapnya.
Belum lagi, kata Dia, apabila terjadi hal-hal lain, seperti kendaraan mogok atau bocor, cuaca hujan yang mengharuskan menginap di desa terdekat. Dengan wajah tenang Pria beranak satu itu menyebut bahwa setiap bulan harus menggunakan uang pribadi karena anggaran operasional dari kantor tidak mencukupi.
“Intinya ikhlas saja mas, demi kelancaran tugas,”imbuhnya.
Pak Slem membeberkan, sebenarnya ada akses jalan yang bisa ditempuh melalui jalur darat dengan biaya yang lebih murah, namun jalan yang terjal dan jauh hanya bisa dilewati saat jalanan kering saja. Apabila jalanan basah, roda kendaraan tidak bisa berputar (selip) karena jenis tanahnya yang lengket. “Sekitar 300 Ribu saja kalau pas jalanan benar-benar kering dan tidak perlu menaiki kelotok,” sebutnya.
Ikhlas dan Semangat
Ikhlas dan pantang menyerah adalah salah satu kunci Pak Slem tetap aktif dan bersemangat menjalankan tugas sebagai Bhabinkamtibmas di pelosok pedalaman Kalimantan. Bahkan, secara materi tidak sepadan antara gaji dan anggaran dinas dibandingkan dengan pengeluaran saat mengunjungi desa binaannya.
“Ikhlas itu tidak ada untung rugi, kalau mau dihitung ya tidak masuk, tetapi ini tugas yang harus dijalankan dengan tulus,” kata Pak Slem sambil tersenyum lebar.
Selain itu, imbuh Dia, dukungan dari Kapolres Lamandau dan jajarannya terhadap para Bhabinkamtibmas menjadi salah satu kekuatan dan dorongan semangat untuk terus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dirinya menambahkan, bahwa adanya dukungan dari Pemerintah daerah melalui pemerintah desa serta masyarakat setempat juga merupakan hal yang tidak kalah penting dan menjadi suntikan moral untuk berupaya menjadi abdi negara yang bermanfaat nyata bagi bangsa dan negara.
Dengan keterbatasan sarana dan prasarana, keteguhan niat dan kekuatan mental yang dimiliki seorang abdi negara, salah satunya Pak Slem dalam menjalankan tugasnya di wilayah pelosok negeri ini perlu mendapat apresiasi dan dorongan semangat. Terlebih, sosok aparat yang murah senyum itu tidak pernah ada kata mengeluh dan selalu dekat dengan masyarakat.
Tidak terasa, kurang lebih 3 jam menaiki kelotok, Kami bersiap-siap untuk turun sehingga mengakhiri obrolan panjang bersama Bripka Slamet Haryono siang itu. Sambil menunggu kelotok sandar di tepi sungai Desa Jemuat, Pak Slem menyampaikan harapannya kepada Institusi Kepolisian tempatnya mengabdi serta pihak-pihak terkait.
Bhabinkamtibmas Bripka Slamet Haryoko yang juga merangkap sebagai Kepala Pos Polisi (Pospol) Kecamatan Batangkawa, mengaku belum memiliki kantor atau tempat singgah di desa binaan, kendaraan operasional yang kurang sesuai dengan medan saat melakukan pemantauan ke desa-desa, serta perlunya tambahan anggaran operasional.
“Namun, dengan kondisi yang ada sekarang, Saya tetap semangat dan siap melayani guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat menuju Indonesia maju,” pungkasnya.(Bintang Rahmadi)