PANGKALAN BUN, KaltengEkspres.com – Upaya untuk menekan sekaligus mencegah angka kematian ibu melahirkan dan bayi di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), terus digalakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kobar. Setelah memberikan pelatihan kepada para bidan bulan lalu, kali ini Dinkes Kobar mengadakan rapat teknis audit maternal dan parinatal (AMP) di Aula Dinkes Kobar Rabu (28/3/2018).
Rapat yang dibuka secara resmi oleh Kepala Dinkes Kobar drg Ratya Soeryandari ini, juga dihadiri oleh perwakilan dari RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun, lintas program dan pelayanan kebidanan rumah sakit di Kabupaten Kobar.
Kepala Dinkes Kobar Ratna Soeryandari mengatakan, kematian ibu melahirkan dan bayi masih menjadi masalah di Indonesia khususnya di Kabupaten Kobar. Meski angka kematian ibu melahirkan dan bayi di Kobar masih tergolong rendah yakni jauh dibawah angka Kalteng maupun kabupaten. Namun Dinkes Kobar tetap berupaya untuk menekan agar angka kematian ini tidak terjadi di Kobar.
“Intinya kita tidak ingin adanya kasus kematian ibu maupun bayi terjadi lagi di Kobar. Oleh sebab itu harus bisa ditekan dan dicegah melalui upaya salah satunya adalah mengevaluasi program yang telah berjalan sebelumnya dengan diskusi secara intensif melalui rapat teknis AMP ini. Yang diharapkan nantinya bisa menghasilkan solusi dan ide bersama untuk langkah menerapkan program selanjutnya sehingga angka kematian ini tidak terjadi lagi,”ungkap Ratna Soeryandari ketika dimintai keterangan seusai rapat Rabu (28/3/2018).
Ditempat yang sama Kabid Pengembangan Sumberdaya Manusia Kesehatan (PSDMK) Dinkes Kobar dr Samsudin mengatakan, rapat kajian teknis AMP ini dilaksanakan dengan harapan bisa menghasilkan beberapa rekomendasi atas upaya meningkatkan kualitas program KIA di Kobar. Khususnya menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta balita, dalam rangka mendukung capaian Kobar sehat.
Sementara itu Dokter Spesialis Kandungan RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun dr Hartono mengatakan, untuk di Kobar, angka kematian ibu melahirkan sebanyak 31 persen disebabkan karena pendarahan. Sedangkan 26 persennya karena mengidap penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi) dan 4 persennya karena faktor lainnya.
“Untuk menekan angka tersebut perlu ada upaya penanggulangan bersama sejak dini. Terutama dimulai dari tingkat penanganan paling bawah. Sehingga kejadian serupa tidak terulangan kembali,”paparnya ketika memberikan materi pada rapat tersebut. (hm)