DPC PKB Kotim Buat Satgas Pengawal Kasus Perkebunan

SAMPIT, Kaltengekspres.com – Merespons berbagai kasus perkebunan yang cenderung tidak berpihak ke masyarakat, maka Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kotawaringin Timur (Kotim) Satuan Tugas Front Perjuangan Perkebunan Kotawaringin Timur Berplasma (Satgas FP2KB).

Menurut Ketua DPC PKB Kotim M Shohibul Hidayah, masalah politik sejatinya adalah mementingkan masalah masyarakat, termasuk masalah maraknya plasma perkebunan yang belum tuntas.

“Pemerintah tidak berdaya pada pemilik pemilik modal. Karena itu, Kami akan membantu hingga tuntas ke pusat,” kata Shohibul kepada

PKB punya Lakum HAM, yang konsen membantu masalah hukum, PKB juga punya gerbang tani yang terkait pertanian secara umum sehingga menurut Shohib langkah langkah ini sejalan.

“Kami juga akan berkordinasi dengan fraksi PKB di DPRD kabupaten, DPRD provinsi hingga DPRRI, bahkan Ketum PKB telah mengisyaratkan agar kita langsung dapat membantu masyarakat,” kata Shohib.

Ditegaskannya partai politik merupakan institusi yang menghantarkan kadernya menjadi anggota dewan yang tugasnya sebagai penegak Undang-undang. Jadi jelas keterkaitan politik dalam melurus implementasi undang-undang tersebut.

Ketua Tim Desa Patai, Kecamatan Cempaga, Suparman merespon positif bagi dengan harapan semua partai politik dapat memberikan respon positif. “Hal ini seperti selogam PKB membela yang benar,” kata Suparman yang akrab disapa Iman ini.

Diketahui, terkait perkebunan plasma ini warga Desa Patai ini berkonflik dengan PT Tunas Agro Subur Kencana (TSAK) III grup PT Best Agro International. Diketahui perusahaan ini mengklaim 3.400 hektar yang ternyata ditolak pelepasan lahannya oleh Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Menurut Iman Pemerintah Kabupaten Kotawaringin selama ini telah melanggar Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 dimana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

menurut Iman selama ini pemerintah lebih berpihak kepada investor yang semata-mata dalam pengelolaan kekayaan alam itu hanya berorientasi bisnis, bahkan pemerintah cenderung menganggap warga desa sebagai gangguan investasi.

Padahal yang dituntut masyarakat ini juga berdasar sesuai UU No.18 Tahun 2004 tentang perkebunan, yang mewajibkan perkebunan inti membangun plasma dengan menyisihkan 20 persen luas Hak Guna Usaha (HGU). bag

Berita Terkait