

PANGKALAN BUN, KaltengEkspres.com – Dibalik lebatnya hutan kalimantan, sang surya mulai menampakan sinarnya. Jauh di ufuk timur. Nyanyian ayam jago, seolah menjadi alarm bagi warga untuk mulai beranjak dari tempat peraduan.
Tiga orang lelaki paruh baya dengan langkah tegap bergegas menuju bantaran sungai.
Berbekal parang yang terikat dipinggang, mereka mulai menaiki perahu untuk menyeberang sungai yang lebarnya enam kali lapangan sepak bola GBK (Gelora Bung Karno).
Ketiga lelaki itu yaitu Yayan (46), Usman (53) dan Rahman (40). Mereka merupakan para pengrajin atap daun nipah yang ada di Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Nipah adalah sejenis tanaman palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut maupun bantaran sungai. Tanaman alam inilah yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan atap daun.
Daun nipah yang dicari pun tak sembarangan, harus melalui proses pemilihan yang selektif. Tidak boleh terlalu muda, dan tidak boleh terlalu tua.
Tidak hanya daunnya saja, batang dan lidi pun juga ikut dipanen.
Setelah dirasa cukup, bahan-bahan tadi langsung dibawa ke lokasi perakitan atap. Masyarakat setempat mengenal lokasi ini dengan sebutan kampung pehatapan atau kape. Letak kampung ini persis berseberangan dengan habitat pohon nipah.
Yayan mengatakan, dalam sehari mereka mampu menghasilkan 100 sampai 150 atap daun nipah per orang. Namun menurutnya, pengrajin perempuan biasanya lebih unggul dalam hal produktivitas.
“Biasanya ibu-ibu lebih banyak membuat atap daun. Bahkan bisa sampai 150 atap,” ujar Yayan dengan logat khas melayu, Minggu (20/6/2021).
Sementara dari segi harga, jelas Yayan, untuk per satu atap daun nipah dibanderol hanya Rp. 1.000. Sedangkan harga per ikat berisi 10 atap dihargai Rp 10.000
Lantaran sudah jarang rumah yang menggunakan atap daun nipah, mayoritas permintaan atap daun kini lebih banyak digunakan untuk kandang ayam.
“Biasanya dipakai untuk atap kandang ayam, sekali pesan bisa 2.000 tergantung besar kandangnya,” terangnya.
Tidak dipungkiri, pandemi covid-19 yang terjadi saat ini juga berdampak terhadap pekerjaan mereka. Turunnya daya beli masyarakat, membuat permintaan atap daun menurun.
Para pengrajin ini berharap pemerintah bisa membantu meringankan beban hidup mereka.
“Sampai sekarang kami belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah,” tandasnya. (lh)