Lama Mangkrak, Pemkab Kotim Bakal Gugat Kontraktor Pasar Mangkikit 

Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kotim, Johny Tangkere

SAMPIT, KaltengEkspres.com – Satu dekade setelah peletakan batu pertama, proyek Pasar Mangkikit Sampit kini menjadi potret buram gagalnya investasi publik di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Bangunan megah yang semestinya menjadi pusat perdagangan modern itu justru terbengkalai, ditinggalkan kontraktor, dan merugikan banyak pihak dari pedagang kecil hingga pemerintah daerah.

Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kotim, Johny Tangkere, menegaskan Pemkab tak akan lagi diam. Pemerintah bersiap menempuh jalur hukum terhadap kontraktor pelaksana, PT Heral Eranio Jaya, yang dinilai gagal menyelesaikan tanggung jawabnya.

“Sekarang sudah masuk tahapan somasi dan siap kami lanjutkan ke pengadilan. Ini langkah terakhir agar ada kepastian hukum dan kepemilikan aset bisa kembali ke pemerintah,” tegas Johny, Sabtu (18/10/2025).

Proyek yang dikerjakan sejak 22 Februari 2015 dengan nilai investasi lebih dari Rp20 miliar itu baru rampung sekitar 70 persen. Padahal, pasar tiga lantai ini dirancang menampung 578 kios dan digadang-gadang menjadi wajah baru ekonomi perkotaan Sampit. Kini, bangunan setengah jadi itu justru menjadi simbol stagnasi pembangunan.

Johny menambahkan, Pemkab menargetkan penyelesaian hukum tahun ini agar aset Pasar Mangkikit bisa segera diambil alih dan difungsikan kembali. Jika nantinya pengadilan memutuskan adanya kompensasi, penilaiannya akan dilakukan oleh pihak apresial independen agar hasilnya objektif.

“Kalau memang harus ada ganti rugi, nilainya akan ditentukan oleh pihak independen supaya adil bagi semua pihak,” jelasnya.

Tak hanya proyek yang merugi, ratusan pedagang juga kehilangan tempat mencari nafkah. Banyak di antara mereka berpindah ke lokasi tidak representatif dengan omzet menurun drastis.

Sebelumnya, Pemkab sempat meminta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan penilaian, namun lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan karena proyek ini berbentuk kerja sama Bangun Guna Serah (BGS).

“KPKNL tidak bisa menilai karena skemanya BGS. Jadi nanti pihak independen yang menghitung nilainya,” tambah Johny.

Meski sudah di tahap somasi, Pemkab tetap membuka ruang dialog dengan perusahaan. Namun Johny menegaskan, bila tidak ada titik temu hingga somasi ketiga, jalur hukum menjadi satu-satunya pilihan.

“Harapan kami masih ada penyelesaian cepat sebelum somasi ketiga. Tapi kalau tidak, ya kita siap gugat,” katanya.

Langkah tegas ini menjadi sinyal kuat bahwa era pembiaran proyek mangkrak di Kotim berakhir. Pemerintah ingin memastikan setiap rupiah investasi publik memberi manfaat nyata bagi masyarakat, bukan hanya meninggalkan bangunan kosong yang membisu di tengah kota. (to)

 

Berita Terkait