

KUALA KAPUAS, KaltengEkspres.com – Dewan Perwakilan Rakyat Dewan (DPRD) Kapuas menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang sengketa lahan antara warga pemilik lahan dari Desa Penda Katapi Kecamatan Kapuas Barat dengan Perusahaan Sawitaaaa PT Lifere Agro Kapuas (LAK), Senin (7/10/2022) sore.
Pihak masyarakat dipimpin Delli ini bersepakat dengan Lafere dalam forum RDP pertama bersama melakukan inventarisasi dilapangan melibatkan pihak terkait, pelaksanaan disepakati tanggal 24/11/2022
difasilitasi manajemen LAK.
Selama pelaksanaan inventarisasi tersebut kedua belah pihak tidak melakukan kegiatan apapun, fokus pada objek sengketa jangan ada aktifitas.
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II, Darwandie didampingi Algrin Gasan, Guntur, Lawin dan Berinto , dihadiri perwakilan PT LAK serta puluhan warga desa Penda Katapi berlangsung cukup panas dan belum memuaskan kedua belah pihak berlangsung hingga malam.
Seusai RDP, Darwandie mengatakan, keberadaan perusahaan diharapkan bisa memberikan kesejahteraan masyarakat dan daerah ternyata sampai hari ini salah satu PBS yaitu PT Lifere Agro Kapuas sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda itikad baik kepada masyarakat dan daerah ini.
“Kehadiran mereka ini dirasa tidak memberikan dampak baik kepada masyarakat kabupaten Kapuas dan masyarakat sekitar. Belum ada kontribusi apalagi tanggung jawab sosial dan sebagainya,” ujar Darwandie.
Ada 5 materi yang dihasilkan sebagai pegangan kesepakatan, malah pihak PT LAK pada poin akhir mereka membuat catatan tersendiri terkesan menolak.
Poin lima tersebut berisi pernyataan kesepakatan untuk tidak melakukan aktivitas apapun pada lahan yang bersengketa seluas 87 Hektar
Menurutnya, hanya segelintir saja yang menjadi tuntutan masyarakat atas hak haknya tapi belum juga bisa diselesaikan oleh perusahaan.
“Di desa Penda Katapi Kabupaten Kapuas pada umumnya kita sudah menguasai kawasan lahan wilayah hukum adat kita yang dikuasai secara adat oleh masyarakat adat kita. Loh perusahaan ini baru dan perusahaan yang paling banyak diberikan fasilitas,”ujanya,
Darwandie, berapa miliaran dana yang dikucurkan melalui pembangunan PLG sejuta hektar yang fasilitasnya berupa kanal, jalan, tanggul, percetakan lahan yang sudah tersedia , tapi masih saja mereka tidak menghargai hak masyarakat yang sekecil itu. Ada apa dengan lifere ini ?
“Karena itu mohon pertimbangan saja kepada pemerintah terkait pemberian ijin dan sebagainya,” tegas Darwandie.
Juru bicara perwakilan masyarakat, Delli kepada awak media mengatakan, bahwa mereka menuntut agar permasalahan lahan itu segera diselesaikan agar tidak ada masalah lainnya karena sudah sepuluh tahun dari tahun 2012.
“Resmi surat tahun 2013, pemotongan jalan 2019 sudah semuanya dari perusahaan, artinya semua surat yang mereka inginkan sudah diserahkan tapi mereka menghindar sampai sekarang,” beber Delli.
Dijelaskan pula ada sebanyak 87 hektar lahan milik 36 orang masyarakat desa Penda Katapi . Pajak PBB selalu dibayar sejak 2005 sampai sekarang .
“Lahan itu sudah mereka(perusahaan) tanami dan sekarang mereka sudah panen. Kalau kami melakukan hukum berjalan. Lokasinya dibelakang desa Penda Katapi di sungai Sambo,” bebernya.
Sementara itu perwakilan dari PT LAK, April mengatakan bahwa ada berbagai hal yang kami sampaikan merupakan pendapat yang disampaikan dan itu harus dihargai secara demokratis” ujar April.
“Sebab kami tahu ini adalah lembaga legislatif yang memang hanya sifatnya merekomendasikan dan pengawasan,” jelas April.
Menurut April ada beberapa hal yang sudah dibahas titik penyelesaian baiknya, tapi tidak mendapatkan respon dengan baik.
“Jadi kami harapkan sebenarnya, nanti setelah ada tim dari pemerintahan yang turun karena kami sudah memiliki HGU juga diberikan Negara kepada kami, itu juga kami hargai keputusan Negara begitu pula hendaknya semua
pihak dan lembaga ini juga menghargai HGU tersebut,” tandasnya. (yan)