NANGA BULIK, Kalteng Ekspres – Pengelolaan kebun kelapa sawit dengan luasan ratusan hektare di Desa Suja dan Desa Bakonsu, Kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau, disoal. Betapa, kebun kelapa sawit limpahan perusahaan besar swasta yang kini dikelola Pemerintah Desa (Pemdes) melalui pihak ketiga itu dinilai tidak menuai manfaat yang maksimal.
“Pengelolaan kebun kelapa sawit dari PT Pilar (PT Pilar Wanapersada) itu rasanya tidak ada manfaatnya, baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung,” ungkap salah seorang warga Suja, Wandi Saputra, saat dibincangi, Sabtu 3 September 2022.
Ia juga menyebut, masyarakat desa tidak mendapat apa-apa atas adanya kebun tersebut, baik berupa insentif seperti SHP (Sisa Hasil Produksi) maupun dalam bentuk manfaat lain seperti pembangunan fasilitas umum di desa.
“Jangankan insentif, jadi buruh di sana saja tidak dilibatkan. Kalau misal kebun itu ada manfaatnya, pengelolaan selama hampir tiga tahun terakhir ini sudah jadi apa?, kan tidak jelas,” ucapnya lagi.
Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan bentuk kerja sama antara pemerintah desa dengan pihak ketiga yang mengelola kebun tersebut. Pemdes harusnya dapat menjelaskan ke masyarakat secara transparan. “Model kerjasamanya seperti apa?, bagi hasilnya antara pengelola dengan pemdes itu berapa-berapa?, sudah jadi apa? laporannya mana?. Selama ini tidak ada kejelasannya,” katanya.
Sementara itu warga Desa Bakonsu berinisial J (35) mengaku heran kalau pengelolaan kebun di Desa Suja tidak seperti di tempat lain yang juga sama-sama menerima limpahan kebun perusahaan.
“Desa lain yang mengelola kebun dengan status yang sama itu sudah sangat nampak hasilnya, masyarakat setempat dilibatkan, listrik masyarakat gratis, punya alat berat, ambulan, mobil operasional, perbaikan fasilitas umum desa terus dilakukan, bahkan berbagai bentuk bantuan sosial kemasyarakatan juga terus berjalan,” katanya.
Ia berharap agar pemdes melakukan evaluasi dan memberikan penjelasan ke masyarakat, sehingga tidak timbul kesan bahwa kebun desa hanya dimanfaatkan dan dinikamati segelintir orang. “Kita masyarakat ini kan bingung, ada kebun produktif dengan luasan ratusan hektare tapi sudah bertahun-tahun ini tidak jelas hasil dan manfaatnya,” cetus dia.
Sementara saat dikonfirmasi, Kepala Desa (Kades) Suja, Sandang, mengaku bahwa sudah dua tahun lebih pengelolaan kebun desa dikelola sepenuhya oleh pihak ketiga dengan sistem persentase atau bagi hasil antara pengelola, penggugat dan pemdes.
Kades Sandang tidak banyak memberi penjelasan lebih jauh menyikapi adanya pertanyaan masyarakat perihal pengelolaan kebun desa itu. Dia hanya menyebut jika hasil dari kebun desa sejauh ini sudah menghasilkan ambulan desa. “Nah lebih jauhnya, kalau dinilai harus dievaluasi tentu hal itu juga akan kami koordinasikan kepada pihak pengelola dan pihak terkait lainnya,” singkat Kades Sandang.
Terpisah, Kades Bakonsu, Pance, juga tidak memberi penjelasan rinci perihal pengelolaan kebun desa itu. Dia hanya menyebut jika hasil dari pengelolaan kebun oleh pihak ketiga di Desa Bakonsu, hingga saat ini dialokasikan hanya untuk membayar angsuran mobil ambulan desa yang dibeli tahun 2021 lalu, tanpa merinci berapa hasil yang didapat pemdes dari kebun desa itu untuk setiap bulannnya.
“(Pendapatan dari bagi hasil pengelolaan kebun desa) sejauh ini semuanya dialokasikan untuk membayar (angsuran) ambulan desa,” singkatnya.
Diketahui, sejak Agustus 2020 lalu tiga desa di Kabupaten Lamandau yang meliputi Desa Suja dan Desa Bakonsu (Kecamatam Lamandau) serta Desa Tamiang (Kecamatan Bulik) mendapat limpahan lahan berupa perkebunan kelapa sawit produktif dari PT Pilar Wanapersada sesuai akta perdamaian putusan Pengadilan Negeri Nanga Bulik nomor 1/Pdt/G/LH/2020/PN Ngb dan surat nomor 0217/PWP-LGL-JKT/VI/2020.
Atas dasar itu, tiga desa itu masing-masing mendapat lahan kebun kelapa sawit produktif dengan rincian Desa Tamiang seluas 100 hentare, Desa Bakonsu 100 hektare dan Desa Suja seluas 125 hektare. Beberapa bulan setelah diserahkan ke pemdes, pemdes Desa Suja dan Bakonsu memilih untuk menunjuk pihak ketiga yakni Koperasi Sekobat Jaya Mandiri. Sedangkan pemdes Tamiang memilih untuk mengelola sendiri dengan membentuk tim pengelola kebun desa.(fit/*)