Guru Besar UPR Minta Pemerintah Evaluasi Pelaksanaan Tes CPNS

PALANGKA RAYA, KaltengEkspres.com – Fenomena tes kompetensi dasar (TKD) dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 ini, yang dianggap sulit bagi sebagian besar peserta, turut ditanggapi oleh salah satu Guru Besar Universitas Palangka Raya (UPR) Prof Suandi Sidauruk.

Menurut guru besar bidang penelitian dan evaluasi pendidikan ini, sebagian besar skor peserta tidak melampaui skor standar TKP (tes karakteristik pribadi). Dia mempertanyakan, apakah data ini dapat menjelaskan bahwa pendidikan selama ini telah mengabaikan pendidikan karakter. TKP terdiri dari 35 soal, bentuk soal pilihan ganda dengan 5 pilihan.

“Jika kelima pilihan tersebut memiliki rentang, 1 tidak baik, 2 kurang baik, 3 sedang, 4 baik, 5 sangat baik, maka peserta berkarakter sangat baik harus memiliki skor 165. Peserta yang memiliki karakter baik akan memiliki skor 140. Artinya, peserta yg memiliki karakter baik belum melampaui standar skor yang ditetapkan 143,” tegasnya.

Prof Sidauruk menjelaskan, salah satu indikator butir tes yang baik, khususnya untuk untuk seleksi adalah mampu membedakan peserta pintar (baik) vs tidak pintar (baik).

“Menilik hasil tes, bahwa peserta yang tidak melampaui skor TKP terjadi disetiap daerah dan instansi. Maka tes dalam TKP telah berfungsi dengan baik untuk menyeleksi orang pintar dan tidak pintar,”tukasnya.

Namun, peserta tes yang mendapat skor 140 dengan nilai rata-rata 4 (kategori baik), sepertinya belum pantas menjadi PNS atau pelayan masyarakat di negeri ini.

“Kepantasan ini terkait kebijakan. Setiap kebijakan tentu bisa ditinjau dengan kebijakan juga, agar keputusan mendapatkan nilai sangat baik pada tes TKP bukan hanya bijak,” ucapnya.

Meski pelaksanaan tes dengan sistem CAT sudah bagus, lanjut dia, evaluasi pelaksanaan ujian tahun ini dan tahun kemarin tetap harus dilakukan, khususnya terkait passing grade dan tingkat kesukaran soal.

“Solusi kita, dilakukan rangking agar tes lanjutan, yakni wawancara atau kemampuan bidang dapat dilaksanakan. Kalau tidak begitu, maka percuma dilakukan tes kemampuan bidang, karena peserta yang lulus tidak sesuai dengan formasi yang dibutuhkan,”ujarnya.

Menurut dia, peluang kecurangan juga begitu besar pada saat tes wawancara atau tes kemampuan bidang. Jika pemerintah ingin menghapuskan praktek kecurangan, cukup dengan TKD.

“Kalau misal di perguruan tinggi ada tes wawancara, maka peluang kecurangan juga besar. Sebab, di sini peluang lobi-lobi begitu besar,”bebernya.

Sementara itu dari hasil seleksi hampir semua daerah tidak mampu mencapai tingkat kelulusan 10 persen dari peserta yang lulus seleksi berkas. Ini terbukti seperti di Barito Utara dari seribu lebih pelamar hanya 22 orang yang lulus, Palangka Raya dari sekitar tiga ribu lebih yang ikut tes hanya 61 orang lulus, Kanwil Kementerian Agama Kalteng hanya 34 orang lulus dari seribu lebih yang ikut tes.

Sedangkan di UPR, dari 187 orang calon dosen yang rata-rata pendidikan starata dua (S-2) hanya 13 orang yang lulus. Sementara formasi yang dibutuhkan 106 orang. (az)

Berita Terkait